beranda

Sabtu, 22 Juni 2013

CERPEN


Bulan bersinar terang dan kelihatan besar, mungkin sedang fasenya bulan purnama kali ya. Bintangpun bertaburan di atap langit dengan indahnya. Seakan menemani Difa membuat gantungan HP, pekerjaan yang ditekuninya sejak umur 13 tahun. Begitu indah, membuat gantungan HP di temani bulan dan bintang - bintang cantik. Mengobarkan semangat Difa untuk berkarya.
          “Al - hamdulillah, sudah kelar. Semoga teman-teman suka dengan gantungan HP buatanku.”
          Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam tepat, saatnya Difa istirahat, melepas lelah. Sambil terbaring di keranjangnya,  Difa tak henti - hentinya tersenyum sambil memandangi dagangannya yang terlihat begitu menarik. Gantungan HP dengan berbagai bentuk dan ukuran. Ada yang berbentuk bulan sabit, bintang, huruf, angka, buah dan lain-lain. Rasanya memang puas kalau sebuah pekerjaan sudah kelar dan hasilnya bagus. Seperti halnya juga Difa, saking bahagianya, saking puasnya sampai terbawa ke alam mimpi. Dalam mimpinya, Difa mendapat tawaran dari sebuah toko aksessoris. Pemilik toko itu tertarik dengan gantungan kunci buatan Difa dan berminat untuk menjual di tokonya.
          “Yes… yes… yes… yes…”
          “Difa…difa… bangun, kamu mimpi ya?” Bunda Difa membelai rambut Dita lembut.
          “Rrrghh, astaghfirullohal ‘adzim ternyata Difa cuma mimpi”  Difa terbangun.
          “Memangnya kamu mimpi apa nak?”
Difa menceritakan mimpi baiknya secara detail, tanpa ada satupun yang ketinggalan. Bundanya hanya tersenyum dan berharap dagangan Difa semuanya laku dengan baik. Syukur-syukur bisa seperti mimpinya, dapat tawaran dari pemilik toko aksesoris. Amin.
          Adzan subuh mengalun syahdu dari surau-surau, seakan menggerakkan kaki Difa mengambil air wudlu. Difa menyanyi seperti yang di lakukanya setiap pagi.

Dengarlah adzan berkumandang
Tanda waktu sholat telah dating
Sholat berjamaah mari kita kerjakan
Marilah menuju kemenangan
Sholat fardlu yang lima waktu
Kerjakan selalu janganlah ragu
Sholat dapat mencegah keji dan kemungkaran
Penolong bagi orang beriman
Sucikan hati sucikan diri
Hanya mengharap Ilahi Robbi
Berserah diri sepenuh hati
Hanya mengharap Ridho Ilahi

Lagu itu Difa dapat dari guru ngajinya saat masih ngaji di TPQ dulu.  Sekarang Difa tidak ngaji di TPQ lagi karena hampir setiap hari pulangnya sore.  Lagu itu adalah salah satu lagu faforitnya, setiap hari ia menyanyikan lagu itu dengan tarian khasnya Dan biasanya akan berhenti menyanyi dan menari setelah sampai di kamar mandi. Adapnya dikamar mandi kan nggak boleh bersuara sebenarnya. Setelah wudlu, wajah Difa terlihat segar dan cantik. Tidak lupa, usai wudlu memanjatkan doa sambil menengadah ke langit. Semua itu sudah reflek bagi Dita.
          Bagi perempuan, sholat itu yang utama khan di rumah karena kalau di surau khan takut aurotnya kelihatan oleh orang yang bukan mahromnya. Jadi Difa sholat berjamaah saja dengan bundanya. Ayah dan kakaknya sholat di surau.
Untuk mengawali aktifitasnya, Difa selalu lari-lari bersama Fina, teman dekatnya. Selain  tetanggaan, Fina juga sekelas dengan Difa, jadi mereka seperti perangko gitu. Dimana-mana nempel terus. hehe.  udara pagi ini begitu segar dan menyejukkan, kabutpun menyelimuti udara di pagi ini. Hamparan  sawah yang hijau menambah indah suasana pagi.
          “Fina, duduk disitu dulu yuk. Sambil nuggu matahari terbit”  ujar Difa.
          “Matahari kok di tunggu, hehe. yoook”
Seperti layaknya remaja zaman sekarang, Difa dan Dita mengabadikan moment itu dengan berfoto-foto.
          “Fin, ntar di upload yah?” pinta Dita
          “Eh, enggak ah”
          “Eeeeh, Fina”
          “Iya-iya, untuk Difa apa sih yang enggak. Hmm. Fa”
          “Apa?”
          “Buat puisi dong. Ntar biar banyak yang  ngoment foto kita gitu. Kamu kan jago bikin puisi.”
          Hmm, oke. Bener juga”
Kemanapun Difa pergi, ia selalu membawa barang berharganya. Tau nggak barang berharganya apa?? Pena dan buku catatan, hehe. Finapun juga punya barang berharga, yaitu camera digital. Fina memang suka motret-motret.  Biasanya hasil pemotretan Fina dan Puisi Dita selalu di upload di facebook. Daaaan komenrtarnya nggak ke tolong banyaknya. Gantungan HP buatan Difa pun juga jadi objek pemotretan Fina lo. Yah, sekalian promosi di facebook gitu. Kan lumayan kalau banyak yang beli. Bisa bantu ortu biayain sekolah.
          “Difa… gantungan HP mu mana?” sergap teman-teman Difa sewaktu sampai gerbang sekolah.
          “Sebentar-sebentar, aku parkir sepeda dulu ya. Gantungan HP nya ada kok, di tas. Sudah aku buatin banyak banget khusus buat kalian semua.”
          Seperti artis saja, teman-temannya mengikuti Difa dari belakang. Di depan kantin, biasanya Difa menggelar daganganya.
“ Fa, kok bagus – bagus banget sih. Jadi pengen aku beli semuanya “ Ujar Rinda bingung memilih mana yang menurutnya cantik.
“ Iya, dengan senang hati. Gak papa dibeli semuanya heheh….”
“Eh….nggak bisa. Kalau semuanya dibeli Rinda aku gimana? Gak bisa…gak bisa…”  protes teman - teman yang lain.
Difa senang sekali, teman - temannya pada suka dengan buah tangannya dan Alhamdulillah sudah hampir habis. Tinggal 5 biji saja yang tersisa. Yang 2 biji pesanan bu guru dan yang 3 biji akan Difa tawarkan ke teman - temannya di kelas. Semoga saja laku semuanya. Daaaan ternyata benar, kelima limanya dibeli sama bu guru.
“ Difa,  besok lusa ada lomba membuat lampu hias dari galon ukuran kecil. Ini lomba sekota lo. Kamu mau ikut? Untuk mewakili sekolah.” Bu Rini menawarkan.
Waw… boleh juga tuh. Kebetulan Difa sudah belajar mengolah barang -barang bekas. Siip semoga aja Difa jadi juara.
“ Iya bu saya mau”
“ Ya sudah, persiapkan dirimu. Kamu mencoba membuat ya dirumah”
“ Siap bu”
Sepertinya di rumah Fina banyak galon kecil yang nggak terpakai. Difa tau waktu Fina mengajaknya ke gudang mencari fotonya Fina waktu TK  beberapa hari yang lalu. Kali aja galon - galon kecil itu boleh diminta. Untuk bahan hiasanya, yaa nggak  apa - apa lah sedikit berusaha untuk membeli gitu.
“ Fin, kamu punya galon kecil bekas nggak?”  Tanya Difa pada Fina seusai pulang sekolah dirumah Fina.
“ Kayaknya ada digudang! Emangnya kenapa?
“ Boleh aku minta?”
“ Boleh aja, yuuk… ikut aku ke gudang!”
Sambil berjalan, Fina bertanya sebenarnya untuk apa galon kecil bekas itu. Difa menjelaskan padanya tentang lomba itu dan tentang Difa yang ingin mencoba membuatnya dirumah. Fina senang, malahan Fina berniat untuk membantu Difa. Difa memberikan hadiah terindahnya. Apa itu? yaitu senyum termanis. Hehe. Beruntung sekali Difa mempunyai sahabat seperti Fina.
“ Fa, gimana kalau buatnya disini aja”  tawar Fina
“barang – barang untuk menghiasinya gimana?”
“ Emang apa aja sih?”
“  Yaa seperti sendok plastic bekas ukuran besar, sedotan, kayak gitulah”
“ Aku punya”
“Beneran?”
“ He eh, nih!”
“ Beneran ini boleh dipakai? Kan masih bagus!”
“ Gak apa - apa lagi. Kan kebutuhan sekolah”
Difa dan Fina pun mulai membuatnya. Fina yang memegang galonnya dan Difa yang menghiasinya. Rapi sekali cara Difa menghiasinya dan kelihatan cantik sekali. Apalagi kalau lampunya dinyalakan terlihat bersinar, berwarna gitu. Padahal lampunya hanya lampu putih biasa, namun  kalau dinyalakan bisa menjadi merah karena hiasan sedotan itu.
“ Fa, bagus. Beneran deh, bagus”
“ kamu pasang di kamarmu aja, pasti lebih cantik deh nantinya kamarmu”
“ Hmm… iya juga sih. Tapi kalau untuk belajar kayaknya kurang terang deh”
“ Ehm. Ya jangan untuk belajar. Namanya juga lampu hias, bukan lampu belajar”
“ He he he “
Di pasangnya lampu hias itu dikamar Fina, wah beneran tambah cantik kamarnya Fina. Lebih berwarna gitu. Setelah itu mereka belajar bersama. Mengerjakan tugas biologi dari bu Tias yang seabrek itu. LKS harus dikerjakan semua dan besok sudah harus selesai dan dicocokkan. Yaa maklumlah, sebentar lagi kan semesteran. Jadi yaa banyak tugas gitu. Tapi Difa dan Fina sama sekali nggak keberatan, malah have fun banget tuh. Karena yaaaa kan dikerjakan bareng - bareng.
          Paginya, untuk melepas kejenuhan sekaligus berolahraga Difa mengajak Fina sepedahan. Yaa kan tseiap hari lari - lari mulu kan yaa jenuh. Hehe. Sekarang diganti dengan sepedahan aja,  ganti suasana gitu.
          “Fa, kamu sudah siap untuk lombanya?”
          “InsyaAllah siap. Doain ya”
          “Pasti”
Lomba yang seharusnya di laksanakan besok, di percepat hari ini. Bu Rini memberitahukan Difa waktu Difa menggelar dagangannya di depan kantin pagi ini. Difa sempet kaget sih, tapi al-hamdulillah Difa kan kemarin sudah persiapan.
          “Difa, ayo berangkat”
          “Kemana bu?”
          “Ya ketempat lomba”
          “Sekarang ta bu?”
          “Iya, sekarang. Kamu belum siap?”
          “Hmm, sudah kok bu”
          “Yaudah yuuk, keburu telat nanti.”
Bahan-bahan pembuatan lampu hias di sediakan panitia. Peserta tinggal merangkainya saja. Dan tanpa Difa duga, ada anak dari sekolah lain yang menirukan kreasi Difa.
          “Fa, kok ada yang buatnya mirip punya kamu sih”
          “Oia, mana?”
          “Itu yang di pojok”
          “ Iya bener banget, mirip. Malah bisa jadi persis tuh. Kalau aku juga tetap bikin kayak gitu, ntar juri menghira aku yang menjiplak.”
          “Ya, berarti harus ganti kreasi”
          “Iya, yaudah aku ganti deh”
Kok bisa samaan gitu ya. Sepertinya anak itu tidak ingin Difa menang. Dengan memeras otak, Difa mengubah kreasinya agar tetap unik dan nggak ada yang nyamain.
          “Nanti gimananya? Ada sedikit keraguan di hati Difa.
          “ Udah,  tenang aja. Punya kamu tadi bagus kok. Nggak kalah dengan punya anak yang jiplak kreasi pertama kamu tadi. Untuk nenangin hati kamu, kita sholat di mushola sebelah yuuk.”
Sambil menunggu pengumuman, Difa sholat di mushola di temanin Fina. Dan memanjatkan doa supaya hasilnya memuaskan. Setelah sholatpun Difa tak berhenti membaca sholawat.
          “Pengumuman hasil kreasi galon untuk lampu hias segera dimulai. Di mohon para peserta agar berada di dalam ruangan.”
Suara salah seorang juri begitu menggema.
Dengan tetap membaca sholawat, Difa mendengarkan kata demi kata dari dewan juri. Di mulai dari juara ketiga bukan nama Difa yang di panggil. Juara dua juga bukan nama Difa. Juara satupun ternyata juga bukan Difa. Melainkan seorang anak yang menjiplak kreasi Difa itu. Tak terasa, air mata Difa menetes di pipi mungilnya.
          “Difa, Laa tahzan. Kegagalan adalah paket dari sebuah kesuksesan. Jadikan ini sebuah pelajaran untuk maju. Aku selalu mendukungmu Fa.” Ucap Fina menenangkan.
          “Iya, mungkin memang belum saatnya aja untuk aku jadi juara.” Difa berusaha tegar.
          “Mohon maaf, ada satu buah karya yang menakjubkan. Karya pertamana di jiplak oleh peserta lain. Dan peserta itu mengubah kreasinya agar tidak sama dengan peserta lain itu. Sungguh luar biasa. Dia adalah Difa Rukmana.”
Terdengar suara tepuk tangan yang meriah dari semua penjuru. Difa kembali terisak karena terharu, bahagia bercampur jadi satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate